artikel

DESAKU YANG DULU DENGAN DESAKU YANG SEKARANG

DESAKU YANG DULU DENGAN DESAKU YANG SEKARANG Desa adalah bentuk terkecil dari pemerintahan, sebelum negara ini ada desa lebih dulu ada. Tanpa desa kota mungkin tak akan ada lama, tanpa kota desa akan tetap ada karena sumber pangan banyak berasal dari desa. Dulu desa dikenal dengan alam yang asri, kehidupan masyarakat yang guyup rukun, gotong royong, kayak akan budaya, serta kaya akan hasil  alamnya. Tapi seiring perkembangan zaman perilaku kehidupan masyarakat desa mulai bergeser. Memang dari segi teknologi, pendidikan berkembang tapi sebagian nilai-nilai didesa sudah mulai hilang. Mudahnya mendapatkan informasi dimasa sekarang membuat masyarakat berkembang tapi jika mengambil informasi kurang detail atau tanpa disaring akan mengarah pada hal negative.             Dari segi sosial, dulu komunikasi masyarakat desa dengan tetangga sangat kuat atau memiliki rasa kekeluargaan yang cukup tinggi. Interaksi terus berjalan karena...

Dinamika Konflik Perusahaan Tambang Di Kaltim


Dinamika Konflik Antara Perusahaan Tambang Dengan Masyarakat Di Kalimantan Timur
Nama : Izam Bagus Kurniawan
NIM : 175120607111028
Abstrak
Tingginya potensi sumber daya alam atau lingkungan hidup di daerah memberikan angin segar terhadap adanya peningkatan dalam sektor pariwisata maupun wirausaha daerah tersebut. Sumber daya alamm dari tambang merupakan salah satu sektor yang paling diunggulkan dan memiliki keunggulan yang tinggi setelah pertanian. Kehadiran dari adanya desentralisasi disamping memberikan peluang kepada pemerintah daerah juga memiliki kemungkinan yang lain akan munculnya penyalahgunaan wewenang dari pemerintah daerah maupun dari pihak lain yang masih memiliki keterkaitan dalam berbagai faktor di daerah tersebut. Dalam hal ini yang paling berdampak akibat dari adanya proses pertambangan adalah lingkungan. lingkungan disekitar tambang yang mengalami perusakan dapat menjadi sangat parah apabila tidak mengalami penanganan yang cukup serius. permasalahan yang terjadi oleh masyarakat dan petani di daerah pertambangan di Kalimantan Timur merupakan sebuah masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang kehidupannya menjadi tidak layak ketika terdapat pertambangan di sekitar pemukimannya. Hal ini yang kemudian tidak ada respon dari pemerintah akan memicu emosi masyarakat untuk menciptakan konflik terhadap perusahaan batubara yang dianggap telah mencemari lingkungan desanya. Oleh karena itu peran dari pemerintah daerah sangatlah penting guna meredam konflik antara masyarakat dengan pihak dari pertambangan batubara dan menyatukan kedua pihak untuk saling berdiskusi dan bermusyawarah dalam menemukan titik tengah yang merupakan kesepakatan bersama dari kedua pihak.
Kata Kunci : Desentralisasi, Konflik, Batubara.








PENDAHULUAN
Latar Belakang        
            Fenomena mengenai munculnya demokratisasi di tingkat lokal atau desentralisasi memberikan gambaran terhadap sistem pemerintahan daerah yang tentunya mengalami perkembangan dan perbaikan sebagai sesuatu tindakan untuk mengurangi adanya daerah-daerah yang masih mengalami ketertinggalan dalam berbagai dimensi kehidupan. Untuk mempercepat dalam mengurangi hal tersebut, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk memberikan kontribusi dan inovasi dalam melakukan peningkatan kapasitas dan potensi-potensi yang dimiliki di daerahnya  sehingga tidak akan terjadi keterbelakangan wilayah disaat daerah lain telah mengalami perkembangan yang begitu pesat.
            Tingginya potensi sumber daya alam atau lingkungan hidup di daerah memberikan angin segar terhadap adanya peningkatan dalam sektor pariwisata maupun wirausaha daerah tersebut. Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu sektor yang paling diunggulkan dan memiliki keuntungan yang tinggi dibawah pertanian. Berbagai peraturan dibuat untuk menangani permasalahan terkait batubara, Undang-Undang No 4 Tahun 2009 yang mengatur Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kemudian Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang mengatur perizinan pertambangan mineral dan batubara, Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelengaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
            Kehadiran dari adanya desentralisasi disamping memberikan peluang kepada pemerintah daerah juga memiliki kemungkinan yang lain akan munculnya penyalahgunaan oleh pemerintah daerah maupun dari pihak-pihak lain yang masih memiliki keterkaitan dalam berbagai faktor di tingkat daerah tersebut. Dalam hal ini yang paling berdampak akibat dari adanya proses pertambangan adalah lingkungan. lingkungan disekitar tambang yang mengalami perusakan dapat menjadi sangat parah apabila tidak mengalami penanganan yang cukup serius. Dalam hal ini, Indonesia telah melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan hidup yang cukup luas dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun dalam praktik dari ekploitasi alam melalui petambangan ini, dapat dilihat melalui dua sudut pandang yang saling bersimpangan. Dalam segi positif dengan adanya pertambangan akan memberikan kentungan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat, dan tentunya juga pendapatan nasional. Sedangkan bila melihat dari sisi negatifnya, kegiatan penambangan tersebut pastinya akan merusak ekosistem, tanah, dan mencemari daerah disekitarnya yang itu merupakan tempat tinggal dari manusia.
            Dari studi kasus yang bisa kita lihat, yaitu permasalahan yang terjadi oleh masyarakat dan petani di daerah pertambangan di Kalimantan Timur merupakan sebuah masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang kehidupannya menjadi tidak layak ketika terdapat pertambangan di sekitar pemukimannya. Hal ini yang kemudian tidak ada respon dari pemerintah akan memicu emosi masyarakat untuk menciptakan konflik terhadap perusahaan batubara yang dianggap telah mencemari lingkungan desanya. Dalam hal ini apabila terjadi konflik maka banyak orang akan dirugikan, karena pemecahan masalah tidak akan tercapai, melainkan akan menciptakan masalah baru yang semakin menumpuk. Oleh karena itu peran dari pemerintah daerah sangatlah penting guna meredam konflik antara masyarakat dengan pihak dari pertambangan batubara dan menyatukan kedua pihak untuk saling berdiskusi dan bermusyawarah dalam menemukan titik tengah yang merupakan kesepakatan bersama dari kedua pihak. Ketika telah terjadi kesepakatan, maka selanjutnya yang perlu dilakukan adalah pengawasan yang perlu ditingkatkan oleh pihak pemerintah agar tidak ada salah satu pihak yang melanggar atau mengingkari kesepakatan tersebut.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal mula konflik antara masyrakat dan petani dengan pihak perusahaan pertambangan di Kalimantan Utara terjadi ?
2.      Bagaimana peran dari pemerintah daerah dalam mengatasi permasalah yang dialami oleh masyarakat dan petani di Kalimantan Timur ?
3.      Bagaimana solusi dari penyelesaian konfik antara masyarakat dengan perusahaan tambang ?
Tujuan
1.      Untuk dapat mengetahui dinamika koflik yang terjadi antara masyarakat dan petani dengan pihak perusahaan tambang di Kalimantan Timur.
2.      Untuk mengetahui sejauh mana peran dari pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan tersebut.
3.      Untuk mengetahui berbagai solusi yang diberikan dalam menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.
PEMBAHASAN
1. Review Singkat Film Sexy Killer
            Setelah melihat dan menonton film sexy killer, kita dapat mengetahui bagaimana dampak dari adanya perusahaan tambang terhadap masyarakat disekitarnya. Hal ini tentu berbanding dengan hasilnya yang bisa dirasakan oleh berbagai kalangan di Pulau Jawa kebanyakan. Dengan melihat realitas yang terjadi, maka sudah sepantasnya kita perlu memberikan sebuah penyelesaian, karena semakin hari, kondisi masyarakat yang berada di wilayah pertambangan akan semakin memburuk, petani yang kehilangan sawahnya karena dampak dari tambang batubara, nelayan yang kesulitan mencari ikan, karena banyaknya kapal pengangkut batubara, petani kelapa yang kesulitan memanen karena pohon kelapanya banyak yang mati akibat dari asap PLTU yang mengenai dari pohon kelapa tersebut. Masih banyak sekali permasalah yang bisa kita temukan bila melihat langsung dalam kondisi realitas masyarakat disekitar pertambangan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah solusi konkrit yang dapat diterima baik oleh masyarakat dan pihak pertambangan itu sendiri. Dalam hal ini peran dari pemerintahlah yang merupakan kunci dari penyelesaian tersebut, karena pemerintah merupakan pembuat kebijakan yang tentu akan mampu membuat kebijakan yang efektif apabila benar-banar berdasarkan atas kepentingan semua kalangan. Namun, ketika kita melihat film ini dan juga melihat kinerja dari pemerintah daerah maka masih belum bisa kita lihat cara pemecahan masalah yang begitu efektif dilakukan oleh pemerintah daerah karena masyrakat masih tetap merasakan dampak negatif dan banyaknya korban yang meninggal tidak mendapatkan tanggapan yang serius dari pemerintah.
2. Tambangann Batu Bara
            Berdasarkan penjelasan Salim [1], “penambangan adalah sebagain atau seluruh tahapan kegiatan penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyidikan umum, ekploitasi, studi kelayakan, konstruksi, pertambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang”. Dengan melihat makna dari pertambangan, maka hanya perlu pengelolaan yang benar-benar akurat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, namun jika terlalu mengekploitasi tanpa memikirkan dampaknya maka akan terjadi seperti kebanyakan yang dialami oleh masyarakat di sekitar pertambangan yang tidak dapat memaksimalkan kehidupan sosial dan ekonominya karena terhambat oleh adanya aktivitas pertambangan yang cukup dekat.
            Dengan melihat dari terciptanya batu bara, diperlukan proses yang cukup lama sehingga apabila kita ingin tetap memiliki sumber batu bara yang mencukupi maka kita harus mengurangi adanya penambang-penambang ilegal yang mengahabiskan seluruh sumber daya tanpa melihat resiko di masa yang akan datang. Namun, yang juga berbahaya adalah salah satu dari limbah yang dihasilkan dari batu bara ini yang mampu untuk tanah tidak dapat ditumbuhi tumbuhan dan jika limbah ini kemudian masuk ke wilayah tanah pertainan milik warga, maka bisa dipastikan tanak tersebut tidak akan dapat di tanami dan para petani pun akan merugi.
a)      Manfaat Batu Bara
Batu bara memang memiliki manfaat yang cukup banyak baik itu manfaatnya secara langsung maupun manfaat tidak langsungnya. Salim[2], mengemukakan manfaat ekonomi dari kegiatan pertambangan.
1. Manfaat secara langsung merupakan keuntungan yang terus didapatkan, baik oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat akibat dari adanya kegiatan pertambangan batu bara, manfaat langsung itu meliputi :
a)      Pajak yang diterima daerah sangat besar.
b)      Terciptanya banyak lapangan pekerjaan.
c)      Bahannya digunakan sebagai pengolahan industri
      Dengan melihat berbagai manfaat langsung yang bisa kita terima melalui batubara ini tentu keuntungan yang bisa kita terima memang sangatlah tinggi, namun apakah dengan keuntungan yang tinggi tersebut bagaimana kerugian yang dirasakan oleh lingkungan sekitarnya, kita juga harus mempersiapkan hal seperti itu dan tidak hanya memperkirakan saja namun ketika sudah terlihat dengan jelas dampak negatifnya maka pihak perusahaan harus dengan sigap mampu membantu ataupun berusaha untuk menanggulangi hal tersebut.
b)      Manfaat tidak langsung merupakan manfaat yang tidak dinikmati secara langsung oleh masyarakat, namun masyarakat dapat menikmati dan merasakan akibat adanya kegiatan pertambangan batu bara. Manfaat secara tidak langsung dari proses pertambangan itu, dapat dilihat sebagai berikut ini :
a)      Sirkulasi barang dan jasa
Belanja kebutuhan operasi dan karyawan akan menjadi penggerak ekonomi masyarakat lokal, regional dan nasional.
b)      Peningkatan infrastruktur
Keberadaan kegiatan tambang akan diikuti dengan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, infrastruktur lain, rumah sakit, sekolah, sarana ibadah dan lainnya.kebaradaan infrastruktur akan dinikmati oleh masyarakat yang berada di lingkar tambang maupun di luar wilayah pertambangan
c)      usaha pendukung
lokasi tambang akan melahirkan usaha pendukung untuk memasok kebutuhan pangan, sandang para karyawan.
d)      Industri pengolahan tambang
Keberdaan tambang akan melahirkan industri-industri pengolahan hasil tambang, yang juga memiliki manfaat langsung dan tidak langsung, dan rantai nilai tambah yang sangat panjang dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, produk produk turunan.
            Dari berbagai manfaat yang diberikan memang mampu meningkatkan segi perekonomian di berbagai sektor, namun kita juga tidak bisa mengabaikan bagaimana wilayah-wilayah disekitar pertambangan yang mengalami kondisi paling buruk. Seharusnya apabila pendapatan yang didapatkan dari adanya tambang digunakan untuk membantu mereka masyarakat yang berada disekitar tambang yang masih kekurang ekonominya dan memperbaiki wilayah-wilayah disekitar tambang yang mulai terkena dampak dari limbah tambang sebelum lebih meluas lagi.
            Berdasarkan hasi penelitian yang dilakukan Qomariah, dampaks akibat aktivitas pertambangane batubara bukan hanya menimbulkan pencemaran udara yang mengakibatkan penurunan kesehatan saja, melainkan juga timbul cekungan besar yang dikelilingi tumpukan tanah bekas galian yang telah tercampur dengan sisa-sisa bahan tambang.[3] Hal ini akan menjadi buruk ketika musim hujan tiba, karena air hujan yang masuk ke danau bekas tambang tersebut akan tercemar dan apabila air itu terpakai oleh para petani untuk bercocok tanam maka tanaman mereka dipastikan tidak akan tumbung karena adanya senyawa-senyawa kimia dalam air tersebut yang mampu menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan adanya pertambangan batubara tersebut juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat berupa :
·         Penggundulan hutan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan.
·         Limbah kegiatan pertambangan yang dapat mencemari lingkungan.
·         Merugikan masyarakat sekitar.
·         Sengketa lahan pertambangan yang terjadi dengan masyarakat.
·         Masyarakat tidak mampu berkontribusi banyak.
·         Pemerintah daerah masih kurang banyak terlibat dalam pengawasan pertambangan.[4]
            Memang banyak sekali dampak negatif yang bisa kita temukan dibalik pertambangan batubara ini, namun kita juga tidak dapat mengelak jika tambang batubara pun juga memberikan dampak positifnya. Namun, bagaimana kemudian kita mampu untuk meminimalisir berbagai dampak yang akan terjadi, maka pihak dari perusahaanlah yang harus memiliki tanggung jawab yang besar ketika memang proyek yang dijalankannya tersebut telah menyalahi aturan dan dinilai telah membahayakan masyarakat disekitar tambang tersebut. Karena, telah terjadinya banyak masalah yang dialami oleh para warga masyarakat, maka pihak perusahaan harus berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya dengan membantu para masyarakat dalam mengatasi berbagai dampak baik lingkungan maupun ekonomi yang dirasakan terhenti karena adanya pertambangan batubara tersebut.
3. Penjelasan Mengenai Desentralisasi
Desentralisasi adalah merupakan penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurusi urusan pemerintahannya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya Desesntralisasi maka memunculkan otonomi bagi pemerintah daerah dalam rangka menjalankan Pemerintahannya daalam penyerahan kewenangan tersebut.[5] Dengan adanya Desentralisasi tersebut juga menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan yang ada di Indonesia yang awalnya lebih menekankan sistem sentralisasi ke sistem Desentralisasi. Desentralisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional. Menurut Josef Riwo Kaho tujuan Desentralisassi adalah, mengurangi pekerjaan di Pusat Pemerintahan, dalam menghadapi masalah yang mendesak yng memerlukan tindakan cepat, daerah tidak perlu menunggu intruksi lagi dari Pemerintah Pusat, dalam sistem Desentralisasi dapat diadakan pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan tertentu, mengurangi kesewenangan-wenangan dari Pemerintah Pusat, dan desentralisasia dapat slebih memberikan kepuasan bagis daerah karena bersifat secara langsung.[6]
            Desentralisasi menurut UU Nomor 5 Tahun 1947, merupakan salah satu dari tiga azaz penyelenggaraan pemerintah di daerah. Desentralisasi menurut UU Nomor 5 Tahun 1947 pasal 1 yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daeah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.[7] Desentralisasi Menurut Bryant dan White dapat bersifat administratif dan politik.[8] Desentralisasi Administratif biasanya disebut dekosentrasi dan berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal berkerja dalam batas-batas dan sumber-sumber anggaran, namun mereka memiliki elemen kebijakan dan kekuasaan, serta tanggung jawab tertentu dalam hal pelayanan dan jasa pada tingkat lokal.  Desentralisasi politik atau devolusi berarti wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya yang diberikan kepada pejabat-pejabat pemerintah daerah. Devolusi disebut desentralisasi politik karena yang di desentralisasikan dan diserahkan adalah wewenang mengambil keputusan publik dan administrasi.
4. Pengertian Konflik
  1. Pengertian Konflik
Konflik merupakan gejala sosial yang selalu hadir dalam kehidupan manusia, sehingga konflik akan selalu ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Menurut Iawang konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang diinginkan seperti nilai, status, kekuasaan dan sebagainnya dimana tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungantetapi juga untuk menundukan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber berupa ekonomi, politik, sosial dan budaya yang relatif terbatas.[9]
Dalam masalah pertambangan ini, memang tidak terlepas dari konflik antara masyarakat dengan pihak pertambangan. Konflik ini diakibatkan oleh berbagai hal, mulai dari konflik karena limbah yang diberikan perusahaan tambang kepada masayarakat yang menyebabkan masyarakat marah karena pekerjaannya menjadi terganggu dan pihak perusahaan tidak mau bertanggung jawab, juga konflik lahan antara masyarakat yang tidak mau menjual lahan mereka dengan pihak perusahaan yang memaksa untuk membeli lahan tersebut. Kurangnya peran pemerintah dalam hal ini dapat menyebabkan konflik yang berkepanjangan, karena pemerintahlah yang seharusnya menjadi penengah dari masyarakat yang mencoba menyuarakan aspirasinya terhadap pihak perusahaan tambang dan pemerintah seharusnya tidak berpihak kepada perusahaan walaupun memang perusahaan memberikan keuntungan terhadap pendapatan daerah tersebut.
  1. Bentuk-bentuk Konflik
Berdasarkan Posisi Pelaku yang berkonflik terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
  1. Konflik secara vertikal
Merupakan konflik antar masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki Hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor.
  1. Konflik secara Horizontal
Merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang terjadi antar organisasi massa.
  1. Konflik secara Diagonal
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan lokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ektrim. Contohnya konflik yang terjadi di Aceh.[10]
  1. Konflik Agraria
Terjadi  antara masyarakat yang mempertahankan hak atas tanah berhadapan dengan pemerintah dan pemilik modal yang melakukan model pembangunan lapar tanah. Contohnya, akibat sengketa tanah transmigrasi, akibat sengketa pengadaan tanah untuk pembangunan dan industri, akibat alih fungsi lahan untuk industri, pemukiman dan pariwisata yang melibatkan pihak pengembang (swasta). Dalam masalah pertambangan yang ada di Kalimantan timur, beberapa masyarakat juga mengalami konflik agraria, dimana mereka yang menolak untuk menjual lahan mereka akan diperlakukan dengan buruk, dimana salah satu korban dari masyarakat sampai di penjara akibat menolak menjual lahannya ataupun protes terhadap pihak perusahaan tambang. Dalam hal ini peran dari pemerintah sebagai pelindung dari masyarakat tentu seharusnya menjadi jalan tengah dari konflik yang terjadi ini, namun ketika pemerintah tidak hadir dalam situasi seperti ini, maka perlu dipertanyakan netralitas dari pemerintah tersebut.
            Adapun menurut Fuad dan Maskanah terbagi kedalam lima ruang konflik, yaitu :[11]
1)      Konflik data, konflik yang terjadi ketika seseorang mengalami kekurangan inforamasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat, mendapatkan informasi yang salah, tidak sepakat mengenai data yang relavan, menerjemahkan informasi dengan cara yang berbeda atau memakai tata cara pengkajian yang berbeda.
2)      Konflik kepentingan, disebabkan oleh persaingan kepentingan yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak memiliki kesesuaian. Konflik kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar dan substantif.
3)      Konflik hubungan antar manusia, terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang sangat kuat, salah persepsi, salah komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang.
4)      Konflik nilai, disebabkan oleh sistem kepercayaan yang tidak bersesuaian baik yang hanya dirasakan maupun memang nyata. Konflik ini sering kali memaksa seseorang untuk memakai salah satu sistem yang dianggap memiliki nilai yang paling tinggi dan lebih baik dibandingkan nilai lainya.
5)      Konflik struktural, terjadi saat ada ketimpangan dalam melakukan akses kontrol terhadap sumberdaya, pihak yang berkuasa dan memiliki wewenang formal untuk menetapkan kebijakan umum, biasanya memiliki peluang yang tinggi untuk mendapatkan kontrol penuh terhadap pihak-pihak yang berada dibawahnya.
5. Awal Mula Terjadinya Konflik
            Konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan terjadi karena adanya lahan yang ingin diambil alih oleh pihak perusahaan namun lahan tersebut merupakan tempat para petani  bercocok tanam yang berada di Samarinda, Kalimantan Timur. Hal yang kemudian menjadikan permasahalahan ini semakin rumit adalah, pihak dari perusahaan yang kemudian menduduki lahan para petani tersebut secara paksa dengan membawa beberapa ormas-ormas yang mendampingi mereka. Dengan dalih telah membeli sebuah lahan tersebut, maka pihak perusahaan pun tetap berusaha untuk mengusai lahan tersebut. Sedangkan dari pihak para petani, mereka tidak pernah sekalipun menjual lahan mereka untuk digunakan sebagai tambang batubara.
            Tentu dengan hal ini kelompok para petani tidak dapat melakukan apa-apa, karena mereka tentu kalah dalam segala hal, penjarahan dilakukan dimana-mana, lahan mereka dirusak mesin-mesin bertani mereka hilang. Hal ini merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pihak sekelas perusahaan yang tentu memiliki motif dibalik tindakan tersebut. Dalam hal ini yang masih belum juga terlihat adalah peran dari pemerintah daerah dalam menangani konflik semacam ini, tentu mereka harus tanggap dengan kondisi yang sedang dialami oleh masyarakatnya. Komoditas utama yaitu pertanian yang merupakan tempat mereka mencari nafkah telah hilang maka bagaimana bisa pemerintah hanya berdiam diri tanpa memberikan solusinya terhadap masyarakat. sementara itu, para petani sendiri telah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian di Kalimantan Timur terkait dengan pendudukan lahan secara paksa tersebut. Dengan pengawalan dari kepolisian diharapkan hal ini mampu terselesaikan sejelas-jelasnya tanpa adanya keberpihakan kedalam pihak yang memang dianggap salah.
            Itu merupakan salah satu permasalahan yang kerap terjadi di beberapa tempat di wilayah tambang batubara. Apabila kita melihat melalui film “Sexy Killers” maka kita bisa lihat bagaimana para petani yang kesulitan menanam tanaman mereka karena berdekatan dengan wilayah pertambangan sehingga lumpur yang membawa bahan bekas tambang masuk kewilayah pertanian tersebut sehingga lahan tersebut menjadi tidak subur bahkan tidak dapat ditanami tanaman. Kemudian juga air bersih yang tidak dapat dijumpai di daerah disekitar tambang, karena air-air disana sudah tercemer dan berubah warna menjadi keruh. Tentu hal ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah maupun perusahaan, karena perusahaan tidak mau memperhatikan dampak yang mereka berikan terhadap masyrakat, dan ini membuktikan bahwa yang dikerjar oleh perusahaan merupakan keuntungan ekonomi semata. Sementara itu, hal yang paling banyak memakan korban jiwa ialah lubang bekas galian tambang yang tidak ditutup kembali yang menyebabkan genangan air seperti danau yang seharusnya lubang tersebut harus ditutup kembali setelah proses pertambang selesai. Banyaknya anak-anak yang menjadi korban dari lubang tersebut membuat pihak perusahaan harus disalahkan karena mereka tidak menutup lubang tersebut kembali. Sementara itu kurang tegasnya pemerintah dalam menangani kasus ini dapat menyebabkan korban jiwa yang lebih banyak lagi.
6. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Konflik
            Sejauh yang terlihat, pemerintah daerah memang memberikan pemantauan yang cukup tinggi terhadap penambangan batubara tesebut. Namun hal ini masih belum bisa terjadi diwilayah kabupaten dimana kasus-kasus ditingkat kabupaten lebih rawan terjadi apabila dibandingkan dengan provinsi. Diduga dalam hal ini, banyak terjadi korupsi yang dilakukan oleh para pegawai pemerintah di tingkat kabupaten sehingga peran mereka yang seharusnya untuk mengewasi kegiatan dari penambangan menjadi tidak dilakukan karena telah menerima suap dari beberapa perusahaan. Tentu hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan mengapa perusahaan juga tetap bebas beroperasi meski masyarakat menerima dampak negatif yang cukup tinggi akibat dari adanya tambang batubara tersebut.
            Dalam hal ini, dengan melihat realitas yang terjadi bisa menunjukkan bahwa memang peran dari pemerintah daerah belum cukup untuk memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat disekitar pertambangan batu bara. Lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah merupakan faktor utama banyaknya terjadi konflik lahan antara perusahaan maupun para petani yang tidak diketahui sama sekali oleh pemerintah ataupun mereka sebenarnya tau namun tidak melakukan tindakan apapun karena telah menerima dana suap dari pihak perusahaan. Jika terjadi hal seperti ini, maka pengawasan dari pemerintah daerah provinsi pun juga harus ditingkatkan, karena jika konflik seperti ini tidak segera diatasi, maka para petani yang berada disekitar pertambangan akan kehilangan lahan mereka semua sehingga kesejahteraan masyarakat di tempat itu akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan adanya keuntungan yang bisa didapat dari adanya perusahaan tambang sehingga mereka melupakan faktor-faktor kecil yang berada disekitarnya yang justru itulah faktor yang memerlukan perhatian yang tinggi.
            Dengan adanya desentralisasi tentu peran dari pemerintah daerah cukup besar dalam menangani konflik semacam ini, karena denga wewenang pemerintah daerah tersebut pemerintah mampu untuk mengantisipasi masalah antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat yang tinggal di sekitar pertambangan. Apabila pemerintah segera berinisiatif untuk mengumpulkan kedua kelompok tersebut dalam satu ruang untuk mencari jalan tengah, maka bisa dipastikan konflik yang berkepanjangan tidak akan terjadi, dan pemerintah juga memberikan ketegasan teguran terhadap pihak perusahaan apabila melakukan pelanggaran-pelanggaran yang itu akan memberikan dampak berupa pencemaran lingkungan yang dapat berpotensi merusak lingkungan di sekitar pertambangan tersebut.
7. Solusi Penyelesaian Konflik
            Dalam hal ini penyelesaian dari permasalahan yang sedang terjadi merupakan solusi-solusi yang nantinya dapat menjadikan pihak dari masyarakat dan pihak dari perusahaan tidak saling menjatuhkan. Namun, ketika konflik terjadi memang masyarakatlah yang paling banyak mendapatkan dampaknya, pihak perusahaan telah memiliki lahan yang luas sedangkan masyarakat hanya memliki sebagian kecil lahan disekitar pertambangan dan itupun sudah tercemar. Oleh karena itu, maka pertanggungjawaban dari pihak perusahaan harus diberikan kepada masyarakat apabila memang limbah dari perusahaan meraka telah mencemari dari lahan-lahan dan lingkungan yang berada di sekitar pertambangan tersebut. Dengan membantu mengurangi dampak tersebut dan tentunya tidak mengambil lahan para petani secara paksa dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan yang semakin meluas dalam masyarakat dan masyarakat juga mampu beraktivitas tanpa terhalang oleh limbah dari para perusahaan tambang batubara tersebut.
            Hal yang juga diperlukan dalam menyelesaikan konfik ini adalah pemerintah daerah. dalam menentukan sebuah arah kebijakan, pemerintah daerah diharapkan mampu untuk berposisi netral, mampu mempertimbangkan secara rasional dari adanya dampak negatif maupun positif dari adanya perusahaan tambang tersebut terhadap kondisi ekonomi dan sosial dalam masyarakat. memang keuntungan yang didapakan oleh pemerintah tinggi, namun apakah keuntungan yang didapatkan juga dapat dirasakan oleh para masyarakat yang berada disekitar pertambangan tersebut. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menempatkan diri ketika memang masyarakat disekitar pertambangan perlu perhatian yang lebih besar, maka pemerintah harus memberikan perhatiannya dalam menangani berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para petani maupun masyarakat yang berada disekitar pertambangan batubara tersebut.
            Kemudian peran dari pemerintah pusat juga diperlukan dalam menangani kasus pertambangan di masa-masa yang akan datang. Dalam UU No. 4 Tahun 2009 yang memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada pemerintah kota/kabupaten untuk mengeluarkan izin, perlu untuk direvisi kembali karena dalam pemerintahan daerah sangat rawan terjadi kasus-kasus suap yang dilakukan oleh pejabat publik sehingga perusahaan-perusahaan dapat dengan bebas menjalankan proyeknya karena telah mendapatkan izin yang sangat mudah dari pihak pemerintah kabupaten maupun kota. Untuk itu maka dengan direvisinya undang-undang tersebut diharapkan dapat mengurangi adanya tindakan-tindakan dari pemerintahan di tingkat kabupaten maupun kota untuk bebas dengan mudah memberikan izinnya kepada pihak perusahaan tambang dalam melakukan eksploitasi di lingkungan tersebut.



















PENUTUP
KESIMPULAN
            Konflik kepentingan memang sering sekali terjadi, hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki kepentingan mereka masing-masing yang akan mereka perjuangkan mati-matian karena memang itu merupakan alasan hidup mereka yang tidak dapat digantikan dengan apapun. Dalam masalah pertambangan ini pun juga sama, para petani dan masyarakat ingin mempertahankan lahan mereka untuk tetap melakukan aktivitas sehari-hari mereka karena memang itu merupakan mata pencaharian utama mereka. Sedangkan pihak perusahaan juga membutuhkan sebuah lahan untuk memproduksi batu bara yang digunakan sebagai sumber listrik bagi wilayah-wilayah tertentu. Jadi, yang perlu kita lakukan hanyalah bagaimana cara untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang itu dilakukan oleh pihak perusahaan dengan memperluas lahan tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan para pemilik lahan, ataupun juga mengatur bagaimana agar limbah-limbah dari perusahaan tersebut tidak akan mencemari lingkungan disekitarnya. Apabila hanya uang yang dipakai sebagai sarana utamanya dalam melakukan komunikasi, bisa dipastikan masyarakat akan menolaknya, karena ketika mereka mendapatkan uang, mereka akan kehilangan mata pencaharian utama mereka yang seharusnya tidak mungkin dibeli dengan uang. Jadi, salah satu alternatif yang memungkinkan untuk dilakukan adalah meminimalisir dari adanya dampak negatif pertambangan batubara tersebut agar masyarakat tidak menderita akibat dampak negatif tersebut dan juga pihak pemerintah lebih memperketat dan memperhatikan pemberian izin dalam perluasan tambang tersebut agar masyarakat disekitarnya tidak merasa dirugikan.








Daftar Pustaka
Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Minerba.
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelengaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No 26 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Bagus Dimas. Adam Idris, Nur Fitriyah. Analisis Konflik Lahan Pertambangan Batubara. Jurnal Administrative Reform. Vol 2. No. 2. Tahun 2014.
Josef. Riwu Kaho. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Kusnadi. 2002. Masalah Kerja Sama, Konflik dan Kinerja. Malang. Taroda.
Mansyah. Nur. Studi Tentang Dampak Petambangan Batu Bara Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Jawa Kecamatan Sangasanga. Jurnal Administrasi Negara. Vol. 1. No. 3. Tahun 2013.
Robert Iawang. 1994. Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Samuel. Paranoan, Suarta. “Analisis Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Makroman”. Jurnal Administrative Reform. Vol 1. No. 3 Tahun 2013.
Syamsuddin. Haris. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta. LIPPI press.
















[1] Nur Mansyah. Studi Tentang Dampak Petambangan Batu Bara Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Jawa Kecamatan Sangasanga. Jurnal Administrasi Negara. Vol. 1. No. 3. Tahun 2013. Hlm. 846
[2] Nur Mansyah. Ibid. Hlm 847.
[3] Samuels. Paranoant, Suartas. “Analisisw Kebijakana Pertambangantn Terhadapr Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahann Makroman”. Jurnal Administratived Reforms. Vole 1. No. 3 Tahun 2013. Hlm. 525.
[4] Nur Mansyah. OpCit. Hlm 848.
[5] Syamsuddinn Harist. 2007. Desentralisasis dan Otonomi Daeraha. Jakarta. LIPPI press. Hal 52
[6] Josef Riwu Kaho. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta. PT RajaGrafindo Persadas. Hal 12
[7] Undang-Undang No.5 Tahun 1947 Tentang Pemerintah Daerah
[8] M. Makhfudz. “Kontroversi Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Jurnal Hukum Vol 3. No 2. Hlm 40.
[9] Robert Iawang. 1994. Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka. Hlm 53
[10] Kusnadie. 20022. Masalahe Kerjab Samas, Konflik dan Kinerjag. Malangt. Tarodar. Hlm 67
[11] Bagus Dimas. Adam Idris, Nur Fitriyah. Analisis Konflik Lahan Pertambangan Batubara. Jurnal Administrativer Reforms. Voll 2. Tahun 2014. Hlm. 1294.

Comments